Robot Asendro Amankan Piala Dunia 2006
MASALAH keamanan selama berlangsungnya Piala Dunia 2006 di Jerman mendapat perhatian serius FIFA. Mereka sepertinya tak ingin tragedi “Black September” di ajang Olimpiade Berlin tiga dasawarsa silam terulang. Apalagi, perhelatan Piala Dunia 2006 digelar dalam situasi “panas”, khususnya menyangkut isu terorisme yang diapungkan Amerika Serikat. Guna menjamin keamanan dan kesuksesan pesta empat tahunan tersebut, tak cukup mengerahkan aparat keamanan, tapi juga harus minta bantuan “makhluk” lain bernama Asendro.
Ya, Asendro. Ia memang bukan manusia berstatus polisi, tentara, atau satpam, melainkan robot yang dibekali kecerdasan buatan (artificial intelligence, AI). Stadion Berlin, salah satu dari 12 stadion yang digunakan pada Piala Dunia 2006, menjadi pusat perhatian. Sedikitnya ada 11 robot Asendro yang terus berpatroli di areal stadion setiap malamnya hingga tanggal 9 Juli 2006, saat partai puncak digelar di stadion megah dan bersejarah tersebut. Robot-robot tersebut dirancang khusus bisa melakukan patroli pengamanan di sekitar stadion.
FIFA memang sengaja menerapkan sistem keamanan supercanggih. Untuk bisa mengerahkan robot-robot Asendro nan pintar, FIFA menjalin kontrak dengan Robowatch Defense dan Diehl BGT Defence. Rekanan FIFA tersebut bertugas membuat dan mengoperasikan robot-robot di sekitar stadion. "Perusahaan keamanan dicari guna menjamin persentase 150 persen untuk keamanan. Jadi, mereka menyewa kami untuk membantunya. Kami diperintahkan untuk menyediakan 20 robot jika dibutuhkan," ujar Benjamin Stengl, juru bicara Robowatch.
Dua kelompok
Tugas pengamanan yang dijalankan oleh robot terbagi dalam dua kelompok. Kelompok pertama menggunakan robot OFRO. Bentuknya mirip dengan robot yang pernah digunakan militer AS untuk operasi mereka di Irak dan Afganistan. Dengan kamera termalnya, robot OFRO mampu mengenali posisi musuh di malam hari melalui temperatur suhu badan manusia atau titik api. Selain itu, mampu mendeteksi radiasi, racun, virus, dan bahan kimia berbahaya melalui sensornya.
Robot yang harga satu unitnya mencapai 76.000 dolar AS itu diprogram guna menjalankan misi pengintaian di luar stadion. Untuk memuluskan operasinya, setiap robot dibekali dengan berbagai teknologi. Salah satunya dengan dukungan teknologi GPS (Global Positioning System). Mereka berpatroli di areal luar Stadion Berlin dan melindungi areal tersebut dalam radius 2 km dari pusat kontrolnya yang berlokasi di dalam stadion.
Sedangkan kelompok kedua menggunakan robot MOSRO, bentuknya mirip robot R2-D2 di film "Star Wars”. Robot jenis ini lebih difokuskan untuk pengintaian di dalam stadion. Setiap robot diprogram lengkap dengan layout situasi dalam stadion, termasuk ruang administrasi, area parkir bawah tanah, dan area penyimpanan. Robot seharga 15.000 dolar AD per unitnya itu dilengkapi dengan kamera video guna menangkap penyusup yang masuk ke stadion, juga dilengkapi teknologi sinar inframerah dan sensor ultrasonik.
Untuk urusan komunikasi, robot dikontrol dengan menerapkan teknologi telekomunikasi mobile generasi ketiga (3G). Untuk itu, masing-masing robot dilengkapi 3G card, yang terhubung dengan dedicated base station (DBS) di dalam stadion. Agar keamanan data terjamin, semua lalu lintas data dienkripsi. "Kami bisa saja menggunakan teknologi Wi-Fi, akan tetapi untuk praktiknya membutuhkan access point dan berbiaya lebih tinggi,” tutur Stengl.
Teknologi lain yang dibenamkan sebagai tambahan yaitu semua robot dilengkapi kamera video, sensor radar, pengukur temperatur, dan pemindai infra merah. Kamera yang terpasang dapat berputar ke segala arah dan dapat dikontrol secara remote oleh teknisi di pusat kontrol. "Jika robot mengenali sesuatu yang tidak beres, seperti adanya lubang mencurigakan dalam pagar, robot akan berhenti dan mengirim pesan peringatan ke pusat kontrol. Sensor radar mampu mendeteksi badan manusia walau ada di balik tembok," ujar Stengl menambahkan.
Melalui bantuan navigasi dari GPS, robot dapat mengirim gambar ke pusat pengontrol (skybox). Melalui remote control yang ada di pusat pengontrol, dapat mengirim perintah guna mengecek situasi yang mencurigakan di luar stadion.
Setara senjata biologis
Jika dikehendaki, robot yang berada di luar areal stadion dapat dilengkapi dengan teknologi untuk mendeteksi sinar alpha, beta, dan gamma. Kemampuannya setara dengan senjata biologis. Robot OFRO memiliki tinggi 1,4 m dan berbobot 40 kg. Mereka bergerak di atas trek miniatur mirip dengan tank militer yang dapat berjalan dengan kecepatan 7 kph. Sedangkan untuk robot MOSRO, ukurannya lebih kecil dengan dimensi 1,18 m dan berbobot 25 kg. Mereka berjalan dengan roda pada kecepatan 4 kph.
Meski demikian, hardware yang canggih tidak akan ada apa-apanya tanpa ditunjang dengan software dan brainware yang mumpuni. Untuk itulah, pada bagian software lebih memilih sistem operasi (operating system, OS) berbasis open-source seperti sistem operasi Linux. "Kami memutuskan untuk menggunakan Linux dengan dua alasan. Yang pertama yaitu keamanan. Sedangkan yang lainnya kami menjumpai kemudahan untuk membuat program aplikasi kami dalam platform ini,” kata Stengl.
Mungkin kita bertanya, kapan robot ini bisa masuk ke Indonesia untuk ikut mengamankan Liga Indonesia yang lebih banyak ricuhnya ketimbang prestasi